Sabtu, 24 Maret 2012

contoh berita feature

MENGISI  HARI TUA BERSAMA BUBUR SAGU
Pagi masih berkabut setelah diguyur hujan semalaman, jalan – jalan digang pesantren Mambaus Sholihin terlihat becek, tapi tidak membuat langkah Taslikah terhenti untuk menjajakan dgangannya. Nenek berusia tujuh puluh empat tahun itu masih berjalan tegap setapak demi setapak menyusuri jalan sambil menenteng dua keranjang plastik berisi bubur sagu.
             Beberapa saat setelah duduk ditempat biasa Ia mangkal, muncullah beberapa anak mengerubungi keranjang plastic untuk membeli bungkusan kecil seharga limaratus rupiah perbungkus, dengan cekatan Taslikah melayani tiap pembeli. Itulah aktifitasnya tiap pagi ditengah perjungannya menantang tua yang tak pernah menyerah untuk terus berjalan maju mendekati dan menghabiskan sedikit – demi sedikit usianya. Jika kebetulan buburnya kurang laku jual,  maka akan datang beberpa “rekan kerjanya” dari kalangan pengurus pondok untuk ikut membantu menjajakan bubur- bubur tersebut. Settiap harinya nenek tersebut mampu memproduksi empat ratus bungkus untuk dijual dipesantren putr Mambaus Sholikhin, ia bagi dua kranjang plastiknya itu dengan dua jenis bubur, satu keranjang berisi bubur sagu dan satu keranjang berisi bubur mutiara.
             Ibu beranak satu itu mulai berjualan bubur diareal musholla pesantren  kira –kira satu tahun yang lalu. Ia mememulai aktifitas dalam proses pembuatan buburnya sejak pukul dua mlam, kemudian ia bungkus bubur- bubur tersebut dengan kertas Koran bekas dan  kertas minyak, kemudian baru setelah solat subuh ia berngkat seorng diri dari desa Pongangan bersama angkutn umum menuju desa Suci. Sebagai seorang wanita yang berjiwa mandiri, dia tidak pernah brhenti untuk berjuang menghidupi keluargnya. Semenjak suaminya meninggal sekitar tahun seribu sembiln ratus sembilan puluh dan saat itu anak semata wayangnya masih baru saja duduk si bangku SMA, maka sejak saat itu dia harus banting tulang untuk mencukupi  kebutuhan hidupnya. Beberapa macam usaha  telah ia lakukan hanya untuk sekedar “mengantar” putrinya itu memperoleh ijazah SMA,  mulai dari menenun sampai merelakan rumahnya untuk “dibagi “bersama anak- anak karyawan  pabrik, rumah sedarhana yang terletak dibelakang SMP Negri Gresik itu terpaksa ia sewakan sebagai tempat kos para karyawan pabrik yang ada disekitar tempat tingglnya “lumyan biasa buat nyekolahin anak sampe tamat sekolah “ ucapnya mengenang
            Namun meski hari ini masa sulit itu telah berlalu , dan dia harus terpaksa merasa “legawa” dengan hanya bisa menyekolahkan anaknya sampai tamat sekolah menengah atas, tapi semangat dan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu serta perasaan sebagai tulang punggung kelurga belum juga surut. Meski kini putrid semata wayangnya itu sudah bisa memeeroleh penghasilan sendiri, tapi tangannya masih  belum mau berhenti untuk sekedar memperoleh beberapa lembar uang kertas. Kenapa  diusianya yang begitu lanjut dan hidup disisi anak tercinta yang juga sudah mapan itu dia tidak memilih duduk manis saja sambil menanti cucu? Dan lebih memilih berjualan bubur yang labanya tidak seberapa itu?” awakmu iki ora weroh rumah tangga kebutuhane akeh, luwih akeh metune tinimbang melbune, yen aku loroh mosok aku njaluk duwek anakku?” (kamu itu tidak tahu rumah tangga kebutuhannya banyak, pengeluarannya lebih banyak dari pada pemasukannya, jika aku sakit, masak aku minta uang pada anak) ucapnya sambil tersenyum memperlihatkan bibirya yang keriput.

Juara II lomba “Desain grafis dan Menulis berita feature” dalm rangka “Memperingati hari Bumi” di Fakultas Dakwah –Institut Keislaman Abdullah Faqih(INKAFA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar